PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
rangka mencapai hasil pendidikan yang berkualitas, salah satu faktor penentunya
adalah guru. Guru adalah sebuah profesi, sebagaimana profesi lainya yang
merujuk pada pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan
kesetiaan. Suatu profesi tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak
dilatih atau dipersiapkan.
Guru
dalam melaksanakan tugas dalam proses pembelajaran adalah tugas profesi. Dalam
pelaksanaan tugas profesi, dituntut persyaratan tertentu yang mencerminkan
profesionalitasnya. Oleh karena itu, guru selalu dituntut untuk dapat
mengembangkan peserta didik secara optimal dalam semua aspek tujuan
pembelajaran.
Di
antara hal yang memegang peranan penting bagi keberhasilan pembelajaran adalah
proses pembelajaran. Pengajaran merupakan kegiatan yang berintikan antara guru
dan siswa. Proses belajar mengajar itu pula diibaratkan dua sisi mata uang yang
tidak dapat dipisahkan. Untuk itu, diperlukan guru yang mampu merancang dan
melaksanakan pembelajaran.
Salah
satu syarat orang yang melaksanakan tugas profesi guru dituntut untuk
memiliki kompetensi pedagogik. Hal ini
tercantum dengan jelas dalam UU No. 14 tahun 2005 guru dan Dosen Bab IV pasal 8
yang menyebutkan bahwa guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi sertifikat pendidik, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi pedagogik,
kompetensi keperibadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional yang
diperolah melalui pendidikan profesi (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen, 2006:11).
Menurut
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002: 126), guru adalah tenaga pendidikan yang memberikan sejumlah
ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Guru adalah orang yang
berpengalaman di bidang profesinya. Dengan keilmuan yang dimilikinya, dia dapat
menjadikan anak didik menjadi cerdas.
Untuk
mengembangkan potensi peserta didik ini, seorang guru dalam mengajar dituntut
untuk menguasai delapan keterampilan mengajar Menurut Uzer Usman (2009: 74)
menjelaskan bahwa ada delapan keterampilan dasar mengajar yang harus dimiliki
guru di antaranya adalah:
1.
Keterampilan
membuka dan menutup pelajaran (set introductionad and clousure)
2.
Keterampilan
menjelaskan (explaining skills)
3.
Keterampilan
bertanya (question skills)
4.
Keterampilan
memberi penguatan (reinforcement skills)
5.
Keterampilan
dalam mengadakan variasi (variation skills)
6.
Keterampilan
membimbing diskusi kelompok kecil
7.
Keterampilan
mengelola kelas
8.
Keterampilan
mengajar individu dan kelompok
Dari keterampilan dasar
mengajar tersebut di atas bahwa untuk
mencapai tujuan pembelajaran, guru harus memiliki keterampilan sebagaimana
tersebut di atas. Salah satu dari keterampilan tersebut adalah keterampilan
mengelola kelas. Dengan kata lain, suatu proses belajar mengajar akan berhasil
apabila guru dapat mengelola kelas dengan baik, karena apabila kelas dikelola
dengan baik dan menjadi kelas kondusif, maka guru akan dengan mudah menerapkan
keterampilan yang lain, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan
efektif.
Masalah pokok yang dihadapi oleh guru baik
guru pemula maupun yang sudah berpengalaman adalah masalah pengelolaan kelas.
Pengelolaan kelas adalah masalah tingkah laku yang kompleks, dan guru
menggunakannya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sedemikian
rupa sehingga anak didik dapat mencapai tujuan pengajaran yang efisien dan
memungkinkan mereka dapat belajar. Dengan demikian pengelolaan kelas yang
efektif adalah syarat bagi pengajaran yang efektif. Tugas utama bagi guru
adalah pengelolaan kelas, lebih-lebih tidak ada satupun pendekatan yang dikatakan
paling baik.
Menurut Ahmad Sabri (2005: 51) mengemukakan
bahwa salah satu problem yang mempengaruhi kualitas pengajaran adalah
kompetensi guru, karakteristik sekolah dan karakteristik kelas. Variabel
karakteristik kelas antara lain adalah: besarnya kelas, suasana belajar,
fasilitas dan sumber belajar yang tersedia.
Situasi pengajaran yang
kondusif sangat menentukan dan bahkan menjadi salah satu indikator tercapainya
interaksi pengajaran yang bersifat edukatif. Seorang guru dalam melakukan tugas
di suatu kelas, perlu merencanakan dan menetukan pengelolaan kelas yang harus
dilakukan dengan memperhatikan kondisi kemampuan belajar siswa serta materi
pelajaran yang akan diajarkan di kelas tersebut.
Di kelaslah segala aspek
pembelajaran bertemu dan berproses. Guru dengan segala kemampuan yang dimiliki
termasuklah keterampilan dasar mengajar yang telah disebutkan di atas
termasuklah pengelolaan kelas, siswa dengan segala latar belakang dan
potensinya, kurikulum dengan segala komponenya, materi dengan segala sumber
belajarnya bertemu dan berinteraksi di dalam kelas. Oleh karena itu,
selayaknyalah kelas dikelola dengan baik, profesional, terus menerus, dan
berkelanjutan, agar tujuanya tercapai. Dalam hal ini guru memegang peranan yang
sangat penting, karena berpengaruh terhadap jalanya proses pembelajaran di
kelas.
Di dalam Al- Quran Allah swt. berfirman
dalam Surat Al- An’am (06) : 135
Artinya: “Katakanlah, Hai kaumku,
berbuatlah sepenuh kemampuanmu, Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak kamu
akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik
di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan
keberuntungan”.
Dari ayat
tersebut jelas bahwa sebagai seorang guru harus seoptimal mungkin dalam
mengeluarkan segala kemampuanya dalam proses pembelajaran, khususnya
keterampilan dalam mengelola kelas agar proses pembelajaran yang dituju
tercapai dengan baik.
B. Tujuan
Penelitian
1.
Untuk
mengetahui problem yang dihadapi guru dalam mengelola kelas dari segi kondisi fisik
kelas pada mata pelajaran Al-Quran Hadits di Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Mujahidin Pontianak Tahun Pelajaran 2013/2014.
2.
Untuk
mengetahui problem yang dihadapi guru dalam mengelola kelas dari segi kondisi sosio-emosional
guru pada mata pelajaran Al-Quran Hadits di Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Mujahidin
Pontianak Tahun Pelajaran 2013/2014.
LADASAN TEORI
A.
Pengelolan
Kelas
1.
Pengertian
Pegelolaan Kelas
Di dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia (2002: 470) istilah “pengelolaan” diartikan dengan "penyelenggaraan,
pengurusan". dengan kata lain
pengelolaan kelas diterjemahkan secara singkat sebagai suatu proses
penyelenggaraan atau pengurusan ruang dimana dilakukan kegiatan belajar
mengajar.
Pengertian
kelas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Sudarwan Danim dan Yunan Danim,
(2010: 97) adalah sebagai ruang tempat belajar di sekolah. Menurut Horby dalam
Sudarwan dan Danim, (2010: 98), kelas
adalah ruang tempat sekolompok siswa belajar atau menjalani proses belajar
mengajar.
Kelas bukanlah
sekadar ruangan dengan segala isinya yang bersifat statis dan pasif akan
tetapi, kelas juga merupakan sarana berinteraksi antara siswa dengan siswa dan
siswa dengan guru. Ciri utama kelas adalah pada aktivitasnya untuk dapat
menjalankan aktivitas atau kegiatan pembelajaran yang dinamis perlu adanya
suatu aktivitas pengelolaan kelas yang baik dan terencana.
Adapun
pengertian kelas menurut Hadari Nawawi
(1998: 115-116) mengatakan bahwa:
a. Kelas dalam
arti sempit yaitu ruangan yang dibatasi oleh empat dinding terdapat tempat
untuk siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kelas dalam arti
tradisional ini mengandung sifat kritis karena sekedar menunjuk sekolompok
siswa menurut tingkat perkembanganya yang antara lain didasarkan batas umur dan
kronologis masing-masing.
b. Kelas dalam
arti luas adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat
sekolah yang sebagai kesatuan diorganisasi yang menjadi unit kerja yang secara
dinamis menyelenggarakan berbagai
kegiatan pembelajaran yang kreatif untuk mencapai tujuan.
Menurut Syaiful
Bahri Djamarah (Anis Fauzi dan Rifyal
Ahmad Lugowi,2009: 25-26) Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu
pengelolaan dan kelas. Pengelolaan itu sendiri terdiri
akar katanya adalah “kelola”, ditambah awalan “pe” dan akhiran “an”.
Istilah lain dari pengelolaan adalah “manajemen” Manajemen sendiri
berasal dari bahasa Inggris yaitu “Management” yang berarti
ketatalaksanaan, tata pimpinan, pengelolaan. Sehingga dari kata tersebut bisa
diartikan bahwa pengelolaan kelas adalah keterampilan guru dalam mengatur dan
mengelola kelas untk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal
dalam melakukan kegiatan belajar mengajar.
Sedangkan pengelolaan kelas menurut J.J
Hasibuan dan Moedjiono (2000: 82) “pengelolaan kelas adalah keterampilan guru
dalam menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya
ke kondisi yang optimal jika terjadi gangguan, baik dengan cara mendisiplinkan
ataupun melakukan kegiatan remedial”.
Menurut menurut E. Mulyasa (2006: 91), “pengelolaan
kelas merupakan keterampilan guru menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif
dan mengendalikan jika terjadi gangguan dalam pembelajaran”.
Guru merupakan manajer atau pengelola
kelas, memiliki tanggung jawab yang besar terhadap proses pembelajaran. Guru
tidak hanya berdiri di depan kelas menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi
guru juga berperan mendidik siswa ke arah yang baik dan membantu siswa menjadi
manusia yang berkualitas. Berikut beberapa kegiatan rutin guru di dalam kelas
menurut E. Mulyasa (2006: 53-54):
a.
Bekerja
tepat waktu baik di awal maupun di akhir pembelajaran
b.
Mengatur
kehadiran siswa dengan penuh tanggung jawab
c.
Mengatur
jadwal, kegiatan harian atau mingguan, semesteran dan tahunan
d.
Mengatur
tempat duduk siswa
e.
Mencatat
kehadiran siswa
f.
Memahami
siswa
g.
Menyiapkan
bahan pelajaran, kepustakaan dan media pembelajaran
h.
Menciptakan
iklim kelas yang kondusif
i.
Melaksanakan
latihan-latihan pembelajaran
j.
Menasihati
siswa.
Dengan demikian
dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pengelolaan kelas adalah
keterampilan guru dalam menata/menciptakan dan memelihara sebuah kelas dan
fasilitasnya agar atmosfir pembelajaran dapat terkendali secara optimal baik
ketika pembelajaran dalam kondisi normal maupun ketika ada muncul hambatan
dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Selain itu, petugas yang bertanggung jawab
dalam pengelolaan kelas "guru" dapat melibatkan peserta didik dalam
melaksanakan kegiatan pengelolaan tersebut.
2.
Kegiatan
Pengelolaan Kelas
Sebelum menjelaskan lebih
lanjut tentang kegiatan pengelolaan kelas, ada baiknya mengetahui syarat-syarat
kelas yang baik. Menurut Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen (Maman Rahman, 1999:
35), syarat-syarat kelas yang baik adalah
1) rapi, bersih, sehat, dan tidak lembab 2) cukup cahaya yang
meneranginya; 3) sirkulasi udara yang cukup; 4) perabot dalam keadaan baik,
cukup jumlahnya, dan ditata dengan rapi yang dimaksud perabot di sini adalah
alat-alat yang menunjang kegiatan belajar mengajar seperti alat peraga/media
pembelajaran, papan tulis, kapur tulis dan lain-lain; 5) jumlah siswa tidak lebih dari 40 Siswa.
a.
Pengelolaan
Kelas dari Segi Kondisi Fisik
Menurut Maman Rahman (1999:
117-122) menjelaskan bahwa pengelolaan dari segi kondisi fisik meliputi :
1)
Ruang Tempat
Berlangsungya Pembelajaran:
a)
Ukuran ruang
kelas 8m x 7m
b) Dapat
memberikan keluasaan gerak, komunikasi pandangan dan pendengaran.
2)
Cukup Cahaya
dan Sirkulasi Udara
Di dalam pencahayaan, perlu
diperhatikan yaitu daun jendela tidak mengganggu lalu lintas.
3)
Pengaturan
Tempat duduk
a)
Pola berderat atau berbanjar
b)
Pola susunan berkelompok
c)
Pola formasi tapal kuda
d)
Pola lingkaran atau persegi
4)
Ventilasi dan
Pengaturan Cahaya
Suhu, ventilasi dan penerangan
meskipun telah tersedia sehingga guru sulit untuk mengaturnya, adalah hal yang
sangat penting agar terciptanya suasana belajar yang nyaman. Untuk itu perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a)
Ventilasi harus
cukup menjamin kesehatan siswa
b)
Jendela harus
cukup besar sehingga memungkinkan cahaya matahari masuk
c)
Siswa dapat
melihat tulisan dengan jelas
d)
Cahaya harus
datang dari sebelah kiri, cukup terang akan tetapi tidak menyilaukan
5)
Pengaturan
Tempat Penyimpanan Barang-barang
Dalam penataan dan penyimpanan
barang dalam suatu ruangan kelas harus ditempatkan pada tempat khusus agar
mudah dicapai jika diperlukan.
Pengaturan
posisi tempat duduk di kelas sangat berpengaruh bagi para peserta didik,
interaksi antara mereka dan interaksi dengan guru. Dalam mengatur tempat duduk
peserta didik dapat disesuaikan dengan rancangan pembelajaran dan jenis teknik
mengajar yang dipilih guru. Format apapun yang dipilih guru dalam mengatur
tempat duduk haruslah berdasarkan persyaratan berikut ini:
a.
Memiliki kemudahan untuk mengembangkan dan memantau proses pembelajaran
yang sedang berlangsung;
b.
Selalu memungkinkan guru memiliki akses untuk berkomunikasi dengan dari waktu ke waktu;
c.
Menjaga proses pembelajaran yang sedang berlangsung agar tidak mengganggu
proses pembelajaran dari kelas yang berdampingan;
d.
Dapat menyesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis.
e.
Menjaga asas keadilan bagi setiap peserta didik. Apabila guru menetapkan salah satu format dalam jumlah
lebih dari satu pada satu saat
untuk satu tugas kelas, maka prinsip kerja sama lebih diutamakan daripada prinsip kompetensi bebas. (Radno
Harsanto,2007: 63-64).
Anis Fauzi dan Rifyal Ahmad Lugowi
(2009: 27), Menjelaskan kursi serta meja siswa dan guru perlu ditata sehingga
dapat menunjang kegiatan belajar mengajar yang mengaktifkan siswa, yakni
memungkinkan hal-hal sebagai berikut :
a.
Aksesbilitas; siswa mudah menjangkau alat atau sumber belajar yang tersedia. Penataan ruang harus dapat memudahkan siswa untuk meraih atau
mengambil barang-barang yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu
jarak antar tempat duduk harus cukup untuk dilalui oleh siswa sehingga siswa
dapat bergerak dengan mudah dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang
bekerja.
b.
Mobilitas; siswa dan guru mudah bergerak dari satu bagian ke bagian yang
lain dalam satu kelas.
c.
Interaksi; artinya penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas
tidak mengganggu pandangan siswa, sehingga siswa secara leluasa dapat memandang
guru, benda atau kegiatan yang sedang berlangsung. Begitu pula guru harus dapat
memandang semua siswa kegiatan pembelajaran, hal ini memudahkan terjadinya
interaksi antara guru dan siswa maupun antar siswa
d.
Variasi kerja
siswa; memungkinkan siswa bekerja sama secara perorangan, berpasangan,
atau berkelompok.
Selain itu, ventilasi harus cukup menjamin kesehatan peserta didik.
Jendela harus cukup besar sehingga memungkinkan panas cahaya matahari masuk,
udara sehat dengan ventilasi yang baik, sehingga semua peserta didik dalam
kelas dapat menghirup udara segar, peserta didik harus bisa melihat tulisan
dengan jelas. Penggunaan spidol dan whiteboard lebih disarankan daripada
menggunakan kapur tulis dan papan tulis biasa. Pengaturan penyimpanan
barang/media pembelajaran termasuk kegiatan preventif yang dapat dilakukan.
Barang-barang hendaknya disusun dan disimpan pada tempat khusus yang mudah
dicapai kalau segera diperlukan dan akan dipergunakan bagi kepentingan kegiatan
belajar.
Lingkungan
fisik dalam ruang kelas dapat menjadikan belajar aktif. Tidak ada satupun
bentuk ruang kelas yang ideal, tetapi ada beberapa pilihan yang dapat diambil
sebagai variasi. Dekorasi interior kelas harus dirancang yang memungkinkan anak
belajar aktif, menyenangkan dan menantang.
b.
Pengelolaan
Kelas dari Segi Kondisi Sosio-Emosional
Menurut
Maman Rahman (1999: 131-143), menjelaskan bahwa kondisi sosio-emosional akan
berpengaruh terhadap proses belajar mengajar, kegairahan dan efektivitas tercapainya
tujuan pembelajaran. Kondisi sosio-emosional tersebut meliputi:
1)
Tipe
Kepemimpinan guru
a)
Tipe
Kepemimpinag Otoriter
Dengan tipe kepemimpinan ini, siswa
hanya akan lebih aktif jika gurunya ada atau mengawasi mereka, dan jika gurunya
tidak ada atau tidak mengawasinya maka semua aktivitas menjadi menurun.
b)
Laizer-Fire,
pada tipe kepemimpinan ini, siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan yang
sifatnya ingin diperhatikan. Siswa biasanya akan lebih produktif apabila
gurunya tidak ada.
c)
Demokratis,
tipe kepemimpinan ini memungkinkan terbinanya sikap persahabatan antara guru
dan siswa dengan dasar saling memahami dan saling mempercayai. Siswa akan lebih
produktif baik pada saat diawasi oleh guru maupun tidak.
2)
Sikap Guru
Dalam hal menghadapi siswa yang
melakukan kesalahan guru hendaknya:
a)
Bersikap sabar
b)
Tetap
bersahabat
c)
Tidak Membenci
siswa
d)
Menerima siswa
dengan hangat
3)
Suara Guru,
suara guru yang melengking tinggi atau
senantiasa tinggi, atau terlalu rendah sehingga tidak terdengar oleh siswa
dengan jelas akan mengakibatkan suasana gaduh. Suara yang relatif rendah tetapi
cukup jelas dengan volume suara yang penuh dan terdengar rileks akan mendorong
siswa untuk memperhatikan pelajaran. Tekanan suara hendaknya bervariasi
sehingga siswa tidak bosan mendengarnya.
4)
Pembinaan
hubungan baik, pembinaan hubungan baik antara guru dan siswa dalam masalah
manajemen kelas adalah hal yang sangat penting. Dengan terciptanya hubungan
baik antara guru dan siswa diharapkan siswa senantiasa, gembira, penuh gairah
dan semangat, bersikap optimistik, realistik dalam kegiatan belajar yang sedang
dilakukan serta terbuka terhadap hal-hal yang ada pada dirinya.
Peranan guru di kelas sangat
sentral, terutama dalam hal membina dan mengembangkan suasana atau iklim
sosio-emosional kelas yang positif melalui penumbuhan hubungan interpersonal
yang sehat dan dinamis, penuh kasih sayang, dan tanpa prasangka. Untuk membina
dan mengembangkan hubungan sosio-emosional kelas yang positif atau kondusif.
Sedangkan
menurut Conny Semiawan, dkk. (1992: 63-66), mengelompokan pengelolaan kelas
menjadi dua bagian yaitu pengaturan kelas dan pengaturan Siswa.
a.
Pengaturan
kelas
Untuk menciptakan suasana yang dapat
menumbuhkan gairah belajar, meningkatkan prestasi belajar siswa, dan lebih
memungkinkan guru memberikan bimbingan dan bantuan terhadap siswa dalam
belajar, diperlukan perorganisasian kelas yang memadai. Pengorganisasian kelas
adalah suatu rentetan kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan
organisasi kelas yang efektif, yang meliputi :
1)
Tujuan
Pembelajaran
Tujuan pengajaran merupakan
pangkal tolak ukur keberhasilan dalam mengajar. Semakin jelas rumusan tujuan
pebelajaran, maka mudah menyusun rencana dan melaksanakan kegiatan belajar
siswa dan di bawah bimbingan guru.
2)
Pengaturan
Penggunaan Waktu
Waktu yang tersedia dalam jadwal
untuk setiap pelajaran, untuk setiap caturwulan/semester dan untuk satu tahun
ajaran sangat terbatas. Karena itu diperlukan pengaturan waktu yang tersedia.
Waktu yang tersedia dapat dirasakan lama dan menjadi sumber tekanan bagi
anak-anak jika diisi dengan kegiatan-kegiatan yang kurang mengairahkan bagi
anak dalam belajar. Waktu yang tersedia hendaknya digunakan dengan kegiatan,
yang selain menggairahkan siswa untuk belajar juga untuk memberikan hasil
belajar yang produktif.
3)
Pengaturan
Ruang Belajar
Dalam
pengaturan ruang belajar, hal-hal berikut perlu diperhatikan :
a)
Ukuran
dan Bentuk Kelas
b)
Bentuk
serta ukuran bangku dan meja siswa
c)
Jumlah
siswa di dalam satu kelas
d)
Jumlah
siswa di dalam setiap kelompok
e)
Jumlah
kelompok di dalam kelas
f)
Komposisi
siswa dalam kelompok (seperti siswa pandai dengan siswa kurang pandai, pria dan
wanita).
b.
Pengaturan
Siswa dalam belajar
Dalam belajar,
siswa melakukan beragam kegiatan belajar. Kegiatan belajar siswa disesuaikan
dengan minat dan kebutuhan siswa itu sendiri. Ada siswa yang dapat belajar
secara mandiri dan ada pula siswa yang dapa belajar berkelompok. Di dalam
penyusunan anggota kelompok, ada hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain :
1)
Kegiatan
belajar yang akan dilaksanakan
2)
Siapa yang
menysun anggota kelompok (guru,siswa, atau guru dan siswa) ?
3)
Atas dasar apa
pengelompokan tersebut ?
4)
Apakah kelompok
tersebut tetap atau berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan cara belajar siswa ? (Conny Semiawan, dkk. 1992: 66 ).
Dalam melayani kegiatan
belajar aktif, pengelompokan siswa mempunyai arti tersendiri. Jika dibedakan
dari pengelompokan yang sederhana sampai ke yang kompleks, maka pengelompokan
siswa dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu :
a.
Pengelompokan
menurut kesenangan berkawan.
Pada pengelompokan ini anak didik dibagi dalam beberapa kelompok
(jumlah kelompok bergantung pada besarnya kelas) atas dasar
perkawanan/kesenangan bergaul di antara mereka. Kelompok terdiri dari 4-6 0rang
atau lebih yang menurut mereka merupakan kawan-kawan dekat. Mereka duduk
mengelilingi meja yang telah disusun dalam keadaan berhadapan. Dalam
pengelompokan seperti ini, setiap anak didik mempelajari atau berbuat hal yang
sama dengan sumber yang sama.
b.
Pengelompokan
menurut kemampuan
Kenyataan menujukan dalam mempelajari sesuatu, ada anak didik yang
pandai, sedang, dan lambat. Untuk memudahkan pelayanan guru, anak didik
dikelompokan ke dalam kelompok cerdas, sedang/menengah, dan lambat.
Pengelompokan seperti ini diubah sesuai dengan kesanggupan individual dalam
mempelajari mata pelajaran.
c.
Pengelompokan
menurut minat
Ada anak didik yang senang menulis,
sedang yang lainya senang pada matematika, ilmu pengetahuan sosial, atau ilmu
pengetahuan alam. Anak didik yang berminat melakukan kegiatan belajar yang sama
dikelompokan. Pada situasi seperti ini, guru perlu terus menerus mengamati
setiap anak didik. Di samping itu, guru perlu memberi dorongan kepada anak
didik untuk berpindah dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain. ( Conny Semiawan,
dkk. 1992: 67-68)
Selanjutnya
Darwyan Syah, dkk. (2009: 206-207) juga menjelaskan bahwa, pengelolaan kelas merupakan upaya
mendayagunakan potensi kelas dengan cara melakukan seleksi terhadap penggunaan
alat-alat yang tepat terhadap problema dan situasi kelas. Pengelolaan kelas
atau tempat belajar meliputi pengelolaan beberapa alat/media serta obyek yang
terdapat di dalam kelas atau ruang belajar seperti: meja dan kursi baik guru
maupun murid, pajangan yang merupakan hasil karya siswa, perabot sekolah, serta
sumber belajar yang terdapat di dalam kelas. Pengelolaan kelas meliputi pengelolaan tempat belajar :
Dalam hal pengelolaan tempat belajar terdiri dari:
a. Pengelolaan meja dan kursi
Pengelolaan meja dan kursi siswa harus berdasarkan prinsip-prinsip 1) Aksesbilitas: siswa mudah menjangkau alat atau sumber belajar yang
tersedi; 2)
Mobilitas: siswa dan guru
mudah bergerak dari satu bagian ke bagian yang lain dalam kelas; 3) Interaksi: yaitu memudahkan terjadinya
interaksi dalam proses pembelajaran antara guru dan siswa maupun antara siswa;
4) Variasi kerja siswa: memungkinkan
siswa bekerja sama secara perorangan, berpasangan, atau berkelompok. Adapun formasi pengaturan meja dan kursi yang dapat
dikembangkan: Formasi Huruf U, Meja Konfresi, Lingkaran, Susunan Chevron atau huruf V, atau Kelas Tradisional yaitu secara
berjejer dan berbaris serta formasi auditorium. Formasi lainya yang dapat
digunakan disesuaikan dengan tujuan dan strategi pembelajaran yang digunakan
atau intens$itas interaksi yang diinginkan oleh guru.
b.
Pengelolaan alat-alat pengajaran
Alat-alat pengajaran yang terdapat atau dibutuhkan dalam proses
pembelajaran di kelas perlu diatur dan ditata dengan prinsip-prinsip desain
interior yang meliputi: perpustakaan kelas, alat-alat peraga, dan media
pembelajaran, papan tulis/white board, kapur tulis atau spidol
board marker, dan papan presensi siswa.
c. Penataan keindahan kelas dan kebersihan
kelas
Berkaitan
dengan keindahan dan kebersihan kelas alat atau benda yang harus ditata dengan
baik meliputi: 1) Hiasan dinding (gambar presiden dan wakil
persiden, lambang garuda pancasila, gambar pahlawan,
selogan pendidikan, kata-kata mutiara, kaligrafi; 2) penempatan lemari buku
atau lemari alat peraga;3) Pemeliharaan kebersihan kelas diatur secara
bergiliran dengan system piket.
d. Ventilasi dan tata cahaya
Untuk ventilasi sebaiknya berada di sisi
kiri maupun kanan ruangan, hindari guru merokok di dalam kelas. Untuk
pengaturan cahaya: cahaya harus cukup, dan apabila
diperlukan lampu listrik, gunakan dengan kekuatan watt yang dibutuhkan untuk
ruang kecil atau ruang besar, dan arah cahayanya sebaiknya dari sebelah kiri.
e.
Pajangan Kelas
Pajangan Kelas hasil karya siswa harus dipilih secara
selektif disesuaikan dengan nilai estetika, serta kebermanfaatanya.
Dalam pengaturan anak didik Syaiful
Bahri Djamarah (2010: 178), juga menjelaskan bahwa kegiatan interaksi edukatif
dengan pendekatan kelompok menghendaki
peninjauan kepada aspek perbedaan individual anak didik. Postur tubuh anak
didik yang tinggi sebaiknya ditempatkan di belakang. Anak didik yang mengalami
gangguan penglihatan atau pendengaran sebaiknya ditempatkan di depan kelas.
Dengan begitu, anak didik yang mengalami gangguan seperti ini akan mudah
menerima pelajaran yang disampaikan oleh guru. Sisi lain yang juga perlu
diperhatikan oleh guru dalam mengelompokan anak didik adalah jenis kelamin.
Anak didik yang cerdas sebaiknya dikelompokan dengan anak didik yang kurang
cerdas. Anak didik yang pandai bicara sebaiknya dikelompokan dengan anak didik
yang pendiam. Sekelompok anak didik yang gemar membuat keributan dan suka
menggangu temanya akan lebih baik bila penempatan mereka dipisah-pisah dan
tidak terlepas dari pengawasan guru. Pola pengelompokan anak didik seperti itu
bermaksud agar kelas tidak didominasi oleh satu kelompok, tetapi yang terjadi
dalam belajar ialah persaingan yang positif.
Dalam hal pengaturan Anak didik ini Syaiful
Bahri Djamrah (2006: 208-209) membagi menjadi dua bagian yaitu:
a.
Pembentukan
Organisasi
Untuk
melatih dan menciptaka ketertiban kelas, perlu dibentuk organisasi anak didik
di kelas. Pembentukan organisasi kelas merupakan langkah awal melatih dan
membina anak didik dalam berorganisasi. Mereka dilatih untuk bertanggug jawab
atas tugas tugas yang dipercayakan. Organisasi anak didik dapat membantu guru
dalam menyediakan sarana pengajaran, seperti menyediakan kapur, alat peraga,
buku paket, mengisi presensi siswa atau guru, dan sebagainya. Organisasi kelas
pada umumnya berbentuk sederhana yang personelnya meliputi ketua kelas, wakil
ketua, bendahara, sekretaris, dan beberapa orang seksi sesuai kebutuhan.
b.
Pengelompokan
Anak Didik
Dalam
upaya melayani kegiatan belajar anak didik yang optimal, pengelompokan anak
didik mempunyai arti penting. Pengelompokan anak didik bermacam-macam, dari
yang sederhana sampai ke yang kompleks.
Menurut Roestiyah N.K. (Syaiful Bahri Djamrah,
2006: 209) membagi pengelompokan anak didik dari segi waktu, kecepatan, dan
sifatnya.
a. Waktu:
1)
Kelompok jangka pendek
2)
Kelompok jangka panjang (3 bulan)
b. Kecepatan:
1)
Kelompok anak cepat
2)
Kelompok anak lambat
c. Sifat:
1)
Kelompok untuk mengatasi alat pengajaran
2)
Kelompok atas dasar intelgensi individual
3)
Kelompok atas dasar minat individual
4)
Kelompok untuk memperbesar partisipasi
5)
Kelompok untuk pembagian pekerjaan
6)
Kelompok untuk belajar secara efisiensi menuju
suatu tujuan.
Dalam
hal pengelolaan siswa Darwyan Syah dkk,
(2009: 208) juga menjelaskan
bahwa, pengelolaan siswa dapat dilakukan secara
perorangan, berpasangan, kelompok, atau kalasikal disesuaikan dengan jenis
kegiatan, keterlibatan siswa, interaksi pembelajaran, waktu belajar serta
ketersediaan sarana dan prasarana serta keragaman karakteristik siswa. Untuk
pengelolaan siswa secara berkelompok, ada beberapa dasar pengelompokan siswa
yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan yaitu: pengelompokan berdasarkan
kesenangan berkawan, pengelompokan menurut tingka kemampuan, dan pengelompokan
menurut minta.
Sedangkan menurut Hamid
Darmadi (2010: 7), hakikat pengelolaan kelas mencangkup: 1) pengaturan siswa,
2) lingkungan fisik 3) penggunaan ruangan kelas dan 4) memanfaatan sumber
belajar yang berasal dari lingkungan. Karena itu, setiap guru dituntut untuk
tampil dan kreatif serta peka terhadap suasana kelasnya. Penataan lingkungan
fisik yang efektif sangat mempengaruhi basis belajar siswa, dan pencapaian
tujuan pembelajaran keefektifan lingkungan kelas dipengaruhi oleh ketersediaan
fasilitas minimal dalam pengelolaan kelas seperti 1) jumlah siswa dan 2)
besarnya ruang kelas.
Berdasarkan
pemaparan beberapa pendapat di atas bahwa pengelolaan kelas terdiri dari dua
bagian yaitu pengelolaan kelas dari aspek fisik kelas dan dari segi pengaturan
kondisi siswa yang semua ini harus dikelola sedemikian rupa oleh guru agar
suasana pembelajaran kondusif dan intinya adalah tercapainya tujuan dari
pembelajaran tersebut.
3.
Tujuan
Pengelolaan Kelas
Aktivitas
mengajar yang dilakukan oleh guru merupakan usaha untuk menciptakan suatu
kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan berlangsungnya
proses belajar mengajar. Hal ini diatur dan diawasi agar kegiatan belajar
mengajar terarah kepada tujuan-tujuan pembelajaran yang turut menentukan sejauh
mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik. Dengan demikian
pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru tentunya memiliki tujuan.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain
(2006: 175), tujuan umum pengelolaan kelas adalah “Menyediakan fasilitas kelas
untuk bermacam- macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial,
emosional, dan intelektual di dalam kelas.”.
Sedangkan
menurut Hamid Darmadi (2010: 6), tujuan pengelolaan kelas adalah “Agar semua siswa yang ada di dalam
kelas dapat belajar dengan optimal dan mengatur sarana pembelajaran serta
mengendalikan suasana belajar yang menyenangkan untuk mencapai belajar”.
Dari kedua
pendapat di atas, tujuan pengelolaan kelas pada intinya adalah menyediakan
kondisi kelas yang mendukung terjadinya proses belajar mengajar baik dari segi
fisik kelas maupun pengelolaan siswa, agar proses belajar mengajar tersebut
dapat berlangsung, sehingga tercapai dari tujuan pembelajaran yang dapat
dilihat melalui hasil belajar siswa.
4.
Masalah
Masalah Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas bukanlah hal yang mudah dan ringan. Jangankan
bagi guru yang baru menerjunkan diri ke dalam dunia pendidikan, bagi guru yang
sudah profesional pun sudah merasakan betapa sukarnya mengelola kelas. Tetapi
begitu, tidak pernah jenuh dan kemudian jera mengelola kelas setiap kali
mengajar di kelas.
Tingkah
laku anak didik yang bervariasi. Variasi perilaku anak didik merupakan
permasalahan bagi guru dalam upaya pengelolaan kelas. Menurut Made Pidarta yang
dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah (2010: 173), masalah-masalah pengelolaan
kelas yang berhubungan dengan perilaku anak didik adalah:
a.
Kurangnya
persatuan, misalnya dengan adanya kelompok-kelompok, klik-klik, dan pertentangan jenis kelamin.
b.
Tidak ada
standar perilaku dalam bekerja kelompok, misalnya ribut, bercakap-cakap, pergi
ke sana ke mari, dan sebagainya.
c.
Reaksi negatif
terhadap anggota kelompok, misalnya ribut, bermusuhan, mengucilkan, dan
merendahkan kelompok bodoh.
d.
Kelas
mentoleransi kekeliruan-kekeliruan temanya, menerima, dan mendorong perilaku
anak didik yang keliru.
e.
Mudah mereaksi
ke hal-hal negatif/terganggu, misalnya bila mendatangi monitor, tamu-tamu,
iklim yang berubah, dan sebagainya.
f.
Moral rendah,
permusuhan, agresif, misalnya dalam lembaga yang alat-alat belajarnya kurang, kekurangan
uang, dan lain-lain.
g.
Tidak mampu
menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah, seperti tugas-tugas tambahan,
anggota kelas yang baru, situasi baru, dan sebagainya.
Menurut Made Pidarta, Syaiful Bahri Djamarah
(2006: 195-196) menjelaskan bahwa, “tingkah laku itu terjadi karena adanya
pengelompokan anak berdasarkan intelektual, kelompok bodoh akan menjadi apatis
dan pasif. Latar belakang ekonomi siswa bisa juga menghalangi mereka untuk
mengikuti pelajaran dengan baik. Kelelahan siswa dalam mengikuti pelajaran dan
kemampuan mereka menyesuaikan dengan keanekaragaman metode mengajar dipakai
guru bisa menjadi sumber keanehan tingkah laku mereka”.
Berdasarkan masalah-masalah tersebut,
sebagai pekerja profesional, seorang guru harus mendalami kerangka acuan
pendekatan-pendekatan kelas, sebab ia harus terlebih dahulu meyakini bahwa
pendekatan yang dipilihnya untuk menangani suatu kasus pengelolaan kelas
merupakan alternatif yang terbaik sesuai
dengan hakikat masalahnya. Artinya seorang guru terlebih dahulu harus
menetapkan bahwa penggunaan suatu pendekatan memang cocok dengan hakikat
masalah yang ingin ditanggulangi. Ini tentu tidak dimaksudkan untuk mengatakan
bahwa seorang guru akan berhasil baik setiap kali ia menangani kasus
pengelolaan kelas. Sebaliknya, keprofesionalan cara kerja seorang guru adalah
demikian sehingga apabila alternatif tindakannya yang pertama tidak memberikan
hasil sebagaimana yang diharapkan, maka ia masih mampu melakukan analisis ulang
terhadap situasi untuk kemudian tiba pada alternatif pendekatan yang kedua, dan
seterusnya.
5.
Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas
Dalam pengelolaan kelas tentunya banyak
masalah yang akan dihadapi oleh guru, untuk itulah diperlukan pendekatan dalam
pengelolaan kelas dalam rangka membentuk suasana kelas yang optimal, pendekatan
tersebut menurut Maman Rahman (2000: 49-83) adalah sebagai berikut :
a)
Pendekatan
Otoriter
Pendekatan otoriter yaitu pendekatan
terhadap pengendalian perilaku peserta didik oleh guru. Adapun lima strategi
yang diterapkan dalam manajemen kelas atau pengelolaan kelas yaitu menetapkan
dan menegakkan peraturan, memberikan perintah, pengarahan dan pesan,
menggunakan teguran, menggunakan pengendalian dengan mendekati dan menggunakan
pemisahan.
b)
Pendekatan
Permisif
Pendekatan permisif
ini adalah pendekatan yang menekankan perlunya memaksimalkan kebebasan siswa,
yaitu kebebasan anak anak untuk mengembangkan otonomi, demikian argumentasi
mereka, akan terkendala oleh campur tangan guru yang terlalu jauh.
c)
Pendekatan Buku
Masak
Pendekatan buku masak yaitu
pendekatan berbentuk rekomendasi berisi daftar akan hal-hal yang harus
dilakukan oleh seorang guru apabila mengahadapi berbagai tipe masalah
pengelolaaan kelas.
d)
Pendekatan
Instruksional
Pendekatan instruksional yaitu pendekatan yang
berdasarkan kepada pendirian bahwa pengajaran yang dirancang dan dilaksanakn
dengan cermat akan mencegah timbulnya sebagian besar masalah manajerial kelas.
e)
Pendekatan
Perubahan Tingkah Laku
Pendekatan ini dilaksanakan pada
prinsip-prinsip psikologi “behavioristik”. Dengan kata lain pendekatan ini
memandang manajemen kelas atau pengelolaan kelas sebagai proses modifikasi
perilaku peserta didik. Pendekatan pengubahan tingkah laku dibagun atas dasar
dua dimensi utama yaitu :
1)
Empat prinsip
proses dasar berjalan yaitu, penguatan positif, hukuman, penghentian dan penguatan
negatif.
2)
Pengarahan
kejadian-kejadian dalam lingkungan
f)
Pendekatan
Iklim Sosio-Emosional
Pendekatan ini
dibangun atas dasar asumsi bahwa pengelolaan kelas yang efektif dan pengajaran
yang efektif sangat tergantung pada hubungan yang positif antara guru dan siswa
dan iklim kelas.
g)
Pendekatan
Proses Kelompok
Premis utama yang
mendasari pendekatan proses kelompok disarkan pada asumsi-asumsi kehidupan
sekolah berlangsung dalam lingkungan kelompok kelas, tugas pokok guru adalah
menciptakan dan membina kelompok kelas yang efektif dan produktif, kelompok
kelas adalah suatu sistem sosial yang mengandung ciri-ciri yang terdapat pada semua
sistem sosial dan pengelolaan kelas oleh guru adalah menciptakan dan memelihara
kondisi kelas yang menunjang terciptanya suasana belajar yang menguntungkan.
Pendekatan ini didasarkan pada psikologi
klinis dan dinamika kelompok. Yang menjadi anggapan dasar dari pendekatan ini
adalah pengalaman belajar sekolah berlangsung dalam konteks sosial dan tugas
pokok guru yang utama dalam pengelolaan kelas ialah membina kelompok yang
produktif dan efektif.
h)
Pendekatan
Elektis
Pendekatan Elektis
adalah pendekatan dengan mengembangkan beberapa pendekatan untuk menciptakan
suatu kebulatan atau keseluruhan yang bermakna.
i)
Pendekatan
Analitik Pluralistik
Pendekatan analitik
pluralistik adalah pemulihan diantara berbagai strategi yang manajemen kelas
satu atau berbagai strategi yang mempunyai kemungkinan menciptakan dan
menampung kondisi-kondisi yang memberi kemudahan kepada pembelajaran yang
efektif dan efisien.
Dari pendekatan
tersebut ada kecenderungan dalam pengelolaan kelas seorang guru dituntut untuk melakukan
pendekatan yang cenderung kepada tindakan preventif dibandingkan tindakan
korektif. Karena
seorang guru harus menyediakan kondisi yang optimal agar proses belajar
mengajar tetap berlangsung efektif. Tindakan guru tersebut dapat berupa
tindakan pencegahan yaitu dengan jalan menyediakan kondisi baik fisik maupun
kondisi sosio-emosional sehingga peserta didik merasakan keamanan dan
kenyamanan dalam belajar. Tindakan lain yang dapat dilakukan oleh guru adalah
tindakan korektif terhadap tingkah laku peserta didik yang menyimpang dan
merusak kondisi yang telah optimal bagi proses belajar mengajar yang sedang
berlangsung.
6.
Prinsip-Prinsip
Pengelolaan Kelas
Masalah pengelolaan kelas bukanlah
merupakan tugas yang ringan. Ada dua faktor yang mempengaruhi pengelolaan
kelas, yaitu faktor intern dan faktor ekstern siswa. Faktor internal siswa
berhubungan dengan masalah emosi, pikiran, dan perilaku. Keperibadian yang
berbeda menyebabkan setiap siswa berbeda secara indiviu. Perbedaan tersebut
meliputi, perbedaan biologis, intelektual, dan psikologis. Sedangkan faktor
ekstern siswa berkaitan dengan masalah lingkungan belajar, penempatan siswa,
pengelompokan siswa, dan jumlah siswa di kelas, dan sebagainya. Masalah jumlah peserta didik di
kelas akan mewarnai dinamika kelas. Semakin banyak jumlah siswa yang ada di
kelas, misalnya dua puluh orang ke atas akan cenderung lebih mudah terjadinya
konflik. Sebaliknya semakin sedikit
jumlah siswa di kelas cederung lebih kecil terjadinya konflik.
Menurut Uzer Usman
(2009: 97-98), dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam pengelolaan
kelas, prinsip-prinsip pengelolaan kelas dapat dipergunakan. Adapun
prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
(1)
Hangat dan
Antusias
Guru yang hangat dan akrab dengan anak didik selalu menunjukan
antusias pada tugasnya atau pada aktivitasnya akan berhasil dalam menerapkan
pengelolaan kelas.
(2)
Tantangan
Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja atau bahan-bahan yang
menentang akan meningkatkan gairah anak didik untuk belajar sehingga mengurangi
kemungkinan tingkah laku yang menyimpang.
(3)
Bervariasi
Penggunaan alat atau media, gaya mengajar guru, pola interaksi guru
dan anak didik akan mengurangi munculnya gangguan, meningkatnya perhatian anak
didik. Hal ini merupakan kunci keberhasilan tercapainya pengelolaan kelas yang
efektif dan menghindari kejenuhan.
(4)
Keluwesan
Keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti
keributtan, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas, dan sebagainya.
(5)
Pendekatan pada
hal-hal yang Positif
Penekanan pada hal-hal yang positif, yaitu penekanan yang dilakukan
guru terhadap tingkah laku anak didik yang positif dari pada mengomeli tingkah
laku yang negatif.
(6)
Penanaman
Disiplin Diri
Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah anak didik dapat
mengembangkan disiplin diri sendiri. Untuk itu, guru hendaknya menjadi teladan
megenai pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung jawab. Jadi guru harus
disiplin dalam segala hal apabila menginginkan anak didiknya ikut disiplin
dalam segala hal.
7.
Komponen-Komponen
dalam Keterampilan Pengelolaan Kelas
Pada umumnya komponen-komponen keterampilan
pengelolaan kelas dibagi menjadi dua bagian, yaitu keterampilan yang berhubungan
dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal, dan
keterampilan yang berhubungan dengan pengembangan kondisi belajar yang optimal.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain
(2006: 187-191), menjelaskan beberapa komponen pengelolaan kelas, di antaranya
adalah sebagai berikut :
a.
Keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan
kondisi belajar yang optimal. Keterampilan ini berhubungan dengan kompetensi
guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pelajaran serta
aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan keterampilan sebagai berikut:
1)
Sikap tanggap
a)
Memandang secara seksama
Memandang secara seksama dapat mengundang dan melibatkan anak didik
kontak pandang dalam pendekatan guru untuk bercakap-cakap, serta bekerja sama,
dan menunjukan rasa persahabatan.
b)
Gerak mendekati
Gerak mendekati kelompok kecil atau individu menandakan kesiagaan,
minat dan perhatian guru yang diberikan terhadap tugas serta aktivitas peserta
didik. Gerak mendekati hendaklah dilakukan secara wajar, bukan menakut-nakuti,
mengancam atau memberikan kritikan dan hukuman.\
c)
Memberi
pernyataan
Penyataan
guru terhadap suatu yang dikemukakan oleh anak didik sangat diperlukan, baik
berupa tanggapan, komentar, ataupun yang lain. Akan tetapi, haruslah dihindari
hal-hal yang menunjukan dominasi guru, misalnya dengan komentar atau pernyataan
yang mengandung ancaman seperti: “saya tunggu kalian sampai diam”. “saya atau
kalian yang keluar?” atau “Siapa yang tidak sengan dengan pelajaran saya,
silahkan keluar !”
d)
Memberi reaksi
terhadap gangguan dan ketakacuhan
Kelas tidak selamnya tenang. Pasti ada gangguan. Hal ini perlu guru
sadari dan jangan dibiarkan. Teguran perlu dilakukan oleh guru untuk
mengembalikan kesadaran kelas. Teguran guru merupakan tanda bahwa guru ada
bersama anak didik. Teguran haruslah diberikan pada saat yang tepat dan sasaran
yang tepat pula. Sehingga dapat mencegah meluasnya penyimpangan tingkah laku.
2)
Memberi
perhatian
Pengelolaan kelas yang efektif terjadi bila guru mampu mebagi
perhatian kepada beberapa kegiatan yang berlangsung dalam waktu yang sama.
Membagi perhatian dapat dilakukan dengan cara:
a)
Visual
Guru dapat mengubah pandanganya
dalam memperhatikan kegiatan pertama sedemikian rupa sehingga ia dapat melirik
ke giatan kedua, tanpa kehilangan perhatian pada kegiatan pertama. Kontak
pandangan ini biasa dilakukan terhadap kelompok anak didik atau secara
individu.
b)
Verbal
Guru dapat memberi komentar, penjelasan, pertanyaan dan sebagainya
terhadap aktivitas anak didik pertama, sementara ia memimpin dan terlibat
supervisi pada aktivitas anak didik yang lain.
3)
Pemusatan
perhatian kelompok
Guru mengambil inisiatif dan mempertahankan perhatian anak didik
dan memberitahukan bahwa ia bekerja sama dengan kelompok atau sub kelompok yang
terdiri dari tiga sampai empat orang. Untuk itu ada beberapa hal yang dapat
guru lakukan, yaitu:
a)
Memberi tanda
Dalam memulai proses belajar mengajar guru memusatkan pada
perhatian kelompok terhadap suatu tugas dengan memberi beberapa tanda, misalnya
menciptakan atau membuat situasi tenang sebelum memperkenalkan objek,
pertanyaan topik, dengan memilih anak didik secara random untuk meresponya.
b)
Pertanggungjawaban
Guru
meminta pertanggung jawaban anak didik atas kegiatan dan keterlibatanya dalam
suatu kegiatan. Setiap anak didik sebagai anggota kelompok harus bertanggung
jawab terhadap kegiatan sendiri, maupun kegiatan kelompoknya. Misalny, dengan
meminta kepada anak didik untuk memperagakan, melaporkan hasil dan memberikan tanggapan.
c)
Pengerahan dan
petunjuk yang jelas
Guru harus seringkali memberi pengarahan dan petunjuk yang jelas
dan singkat dalam memberikan pelajaran kepada anak didik, sehingga tidak
terjadi kebingungan pada anak didik. Pengarahan dan petunjuk dapat dilakukan
pada seluruh anggota kelas, kepada kelompok kecil, ataupun individu dengan
bahasa dan tujuan yang jelas.
d)
Penghentian
Untuk menghentikan tingkah laku anak didik guru melakukan
teguran, teguran yang dilakukan guru
adalah sebuah satu cara untuk menghentikan gangguan anak didik. Teguran verbal
dibenarkan dalam pendidikan. Teguran verbal yang efektif apabila memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
(1)
Tegas dan jelas
tertuju kepada anak didik yang menggangu
serta tingkah lakunya yang menyimpang.
(2)
Mengehindari
peringatan yang kasar dan meyakinkan atau yang mengandung penghinaan.
(3)
Menghindari
ocehan atau ejekan, lebih-lebih yang berkepanjangan.
e)
Penguatan
Untuk menanggulangi anak didik yang menggangu atau idak melakakan
tugas, dapat dilkukan dengan memberikan penguatan yang dipilih sesuai dengan
masalahnya. Penggunaan penguatan untuk mengubah tingkah laku merupakan strategi
remedial untuk mengatasi anak didik yang terus menerus menggangu atau tidak
melakukan tugas. Pemberian penguatan yang sederhana untuk mengatasi ganggua
atau tidak menjalankan tugas yang diminta antara lain:
a. Dengan
menggunakan penguatan yang positif bila anak didik telah menghentikan gangguan
atau kembali pada tugas yang diminta.
b. Dengan
penguatan yang positif terhadap anak
didik yang lain yang tidak menggangu dan dipakai sebagau model tingkah laku
yang baik bagi anak didik yang suka menggangu.
f)
Kelancaran (smoothness)
Kelancaran atau kemajuan anak didik dala belajar sebagai indikator
bahwa anak didik dapat memusatkan perhatianya pada pelajaranyang diberikan di kelas.
Hal ini perlu guru dukung dan jangan diganggu dengan hal-hal yang dapat
membuyarkan konsentrasi anak didik.
Ada lima
langkah yang dapat membantu dalam mengambil tindakan strategis ini yaitu: 1) Membuat
catatan dan daftar perilaku siswa yang dinilai menggangu. 2) Amati setiap
perilaku yang mengganggu. 3) Sesudah disusun skala prioritas perilaku siswa
yang akan ditangani, perlu adanya kejelasan tujuan dari bertindak. 4) Dibuat
rencana kerja yang hendak dilakukan. 5) Pelaksanaan rencana kerja (Radno Harsanto,
2007: 84).
Menurut Uzer Usman (2009: 101), Ada sejumlah
kesalahan yang harus guru hindari, yaitu:
a.
Campur tangan
yang berlebihan (teacher interaction)
Apabila guru menyela kegiatan yang sedang asyik berlangsung dengan komentar,
pertanyaan atau petunjuk yang mendadak, kegiatan itu akan terganggu atau
terputus. Hal ini akan memberi kesan kepada anak didik bahwa guru tidak
memperhatikan keterlibatan dan kebutuhan anak didik. Ia hanya memuaskan
kehendak sendiri.
b.
Kelenyapan (fade
away)
Hal ini terjadi jika guru gagal tepat melengkapi suatu intruksi,
penjelasan atau sajian tanpa alasan-alasan yang jelas. Juga dapat terjadi dalam
bentuk diam yang selalu lama, kehilangan akal, atau melupakan langkah-langka
dalam pengajaran. Akhirnya, adalah membiarkan pikiran anak didik
mengawag-awang, melantur, dan menggangu keefektifan serta kelancaran pelajaran.
c.
Bertela-tele (overdwelling)
Kesalahan ini terjadi bila pembelajaran guru
bersifat mengulang-ngulang
hal tertentu, memperpanjang keterangan atau penjelasan, megubah teguran yang
sederhana menjadi ocehan yang panjang.
b.
Keterampilan
yang berhubungan dengan pengembalian kondisi belajar yang optimal.
Keterampilan
ini berhubungan dengan tanggapan guru terhadap gangguan anak didik yang
berkelanjutan dengan maksud agar guru dapat mengadakan tindakan remedial untuk
mengembalikan kondisi belajar yang optimal. Apabila anak didik yang menimbulkan
gangguan yang berkelanjutan atau berulang-ulang walupun guru telah menggunakan
tingkah laku dan tanggapan yang sesuai, guru dapat meminta bantuan sekolah,
konselor sekolah, atau orang tua anak didik untuk menguasai.
Bukanlah
kesalahan profesionalitas guru apabila Ia tidak dapat menangani setiap masalah
anak didik di dalam kelas. Namun, pada tingkatan tertentu guru dapat
menggunakan seperangkat strategi untuk tindkan perbaikan terhadap tingkah laku
anak didik yang terus menerus menimbulkan gangguan dan yang tidak mau terlibat
dalam tugas. Strategi tersebut adalah:
1)
Modifikasi
tingkah laku
Guru menganalisis tingkah laku anak didik yang mengalami atau
kesulitan dan berusaha memodifikasi tingkah laku tersebut dengan
mengaplikasikan pemberian penguatan secara sistematis.
2)
Pendekatan
pemecahan masalah kelompok
Guru dapat menggunakan pendekatan pemecahan masalah kelompok dengan
cara sebagai berikut:
a) Memperlancar
tugas-tugas: mengusahakan terjadinya kerjasama yang baik dalam melaksanakna
tugas.
b) Memelihara
kegiatan-kegiatan kelompok: memelihara dan memulihkan semangat anak didik dan
menangani konflik yang timbul.
3) Menemukan dan
memecahkan masalah tingkah laku yang menimbulkan masalah.
Guru dapat menggunakan seperangkat cara untuk mengendalikan tingkah
laku keliru yang muncul, dan ia mengetahui sebab-sebab dasar yang mengakibatkan
ketidak patuhan tingkah laku tersebut serta berusaha untuk menemukan pemecahan
masalahnya. (Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2006: 193-194).
DAFTAR PUSTAKA
Sahidi,Problem Guru dlm Megelola Kelas pada mata pelajaran Al-Quran Hadits di Kels VIII MTs Mujahidin Potianak Thn 2013/2014, Skripsi. FTIK. JURUSAN PAI IAIN POTIANAK, 2014.
CRI SEDIRI KE SUMBER ASLINYA.........!